salinan permendagri no 44 tahun 2016
SALINAN
SALINAN
|
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK
INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2016
TENTANG
KEWENANGAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA,
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 34 ayat (3) dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang–Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri tentang Kewenangan Desa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
3. Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun
2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6
tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
5. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015
tentang Kementerian Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 12);
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 564) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1667);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI TENTANG KEWENANGAN DESA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.
Pemerintah
Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4.
Urusan Pemerintahan adalah
kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya
dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk
melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
5.
Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan
Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten/Kota.
6.
Urusan Pemerintahan Umum adalah urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.
7.
Camat atau sebutan lain adalah
pemimpin dan koordinator penyelenggaraan
pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.
8.
Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota
adalah Peraturan Kepala Daerah.
9.
Desa adalah Desa dan Desa Adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
10.
Pemerintahan Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
11.
Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
12.
Kewenangan
Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan
berdasarkan hak
asal-usul, kewenangan lokal berskala Desa, kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta
kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
13.
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.
14.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah
Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada
Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah Provinsi.
15.
Penugasan adalah pemberian tugas dari Pemerintah Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa dalam melaksanakan sebagian pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren, pemerintahan umum serta
dalam pelaksanaan tugas pembantuan.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud ditetapkannya Peraturan Menteri ini adalah dalam
rangka meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas Desa dalam menata kewenangan
Desa sesuai asas rekognisi dan asas subsidiaritas dan pelaksanaan penugasan dari Pemerintah Pemerintah Daerah Provinsi
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa.
Pasal 3
Tujuan ditetapkannya Peraturan Menteri ini adalah dalam rangka mendorong proporsionalitas pelaksanaan bidang kewenangan desa yang meliputi:
a. penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. pelaksanaan Pembangunan Desa;
c. pembinaan kemasyarakatan Desa; dan
d. pemberdayaan masyarakat Desa.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Ruang lingkup dalam Peraturan Menteri ini adalah:
a. Kewenangan Desa; dan
b. Kewenangan Desa Adat.
BAB IV
KEWENANGAN DESA
Bagian Kesatu
Penataan Kewenangan
Pasal 5
(1) Kewenangan Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilaksanakan melalui penataan kewenangan Desa.
(2) Penataan kewenangan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. jenis dan perincian kewenangan Desa; dan
b. kriteria kewenangan Desa.
Bagian Kedua
Jenis dan Perincian
Kewenangan Desa
Paragraf Kesatu
Jenis Kewenangan Desa
Pasal 6
Jenis kewenangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, meliputi:
a.
kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b.
kewenangan lokal berskala Desa;
c.
kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota; dan
d.
kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf Kedua
Perincian Kewenangan Desa
Pasal 7
(1) Perincian kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. sistem
organisasi masyarakat adat;
b. pembinaan
kelembagaan masyarakat;
c. pembinaan
lembaga dan hukum adat;
d. pengelolaan
tanah kas Desa; dan
e. pengembangan
peran masyarakat Desa.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan
identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul lainnya dengan
mengikutsertakan Pemerintah Desa.
(3) Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menetapkan kewenangan hak asal usul lainnya dengan memperhatikan situasi,
kondisi, dan kebutuhan.
(4) Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dan diurus oleh Desa.
Pasal 8
(1) Perincian kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud
Pasal 6 huruf b, paling sedikit terdiri atas:
a.
pengelolaan tambatan perahu;
b.
pengelolaan pasar Desa;
c.
pengelolaan tempat pemandian umum;
d.
pengelolaan jaringan irigasi;
e.
pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa;
f.
pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;
g.
pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;
h.
pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;
i.
pengelolaan embung Desa;
j.
pengelolaan air minum berskala Desa; dan
k.
pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan
identifikasi dan inventarisasi kewenangan lokal berskala Desa lainnya dengan
mengikutsertakan Pemerintah Desa.
(3) Berdasarkan hasil identifikasi
dan inventarisasi kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kewenangan lokal
berskala Desa lainnya dengan memperhatikan situasi, kondisi, dan kebutuhan.
(4) Kewenangan Desa berskala lokal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dan diurus oleh Desa.
Pasal 9
(1) Perincian
Kewenangan yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dan
huruf d meliputi:
a. penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. pelaksanaan Pembangunan Desa;
c. pembinaan kemasyarakatan Desa; dan
d. pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Kewenangan
penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diurus oleh Desa sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Kriteria Kewenangan Desa
Pasal 10
Kriteria kewenangan Desa berdasarkan
hak asal-usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, antara lain:
a. merupakan warisan sepanjang masih hidup;
b. sesuai perkembangan masyarakat;
c. sesuai prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 11
Kriteria kewenangan lokal
berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b antara lain:
a. sesuai kepentingan masyarakat Desa;
b. telah dijalankan oleh Desa;
c. mampu dan efektif dijalankan oleh
Desa;
d. muncul karena perkembangan Desa dan
prakarsa masyarakat Desa; dan
e. program atau kegiatan sektor yang
telah diserahkan ke Desa.
Pasal 12
Kriteria kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c antara lain:
a. sesuai kebutuhan dan kemampuan sumber daya manusia di Desa;
b. memperhatikan prinsip efisiensi dan peningkatan
akuntabilitas;
c. pelayanan publik bagi masyarakat;
d. meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
Pemerintahan Desa;
e. mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat; dan
f.
meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat.
Pasal 13
Kriteria kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d, antara lain:
a.
urusan pemerintahan umum dan tugas pembantuan;
b.
sesuai dengan prinsip efisiensi;
c.
mempercepat penyelenggaraan pemerintahan; dan
d.
kepentingan nasional yang bersifat khusus dan strategis.
BAB V
KEWENANGAN DESA ADAT
Bagian Kesatu
Penataan Kewenangan
Pasal 14
Penataan kewenangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berlaku mutatis mutandis bagi penataan
kewenangan Desa Adat.
Bagian Kedua
Jenis dan
Perincian Kewenangan Desa Adat
Paragraf Kesatu
Jenis Kewenangan Desa Adat
Pasal 15
Jenis kewenangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
berlaku mutatis mutandis bagi jenis kewenangan Desa Adat.
Paragraf Kedua
Perincian Kewenangan Desa Adat
Pasal 16
Perincian kewenangan berdasarkan
hak asal-usul Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 meliputi:
a. pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan
susunan asli;
b. pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;
c. pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat;
d. penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang
berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi
manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah;
e. penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.
pemeliharaan
ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang
berlaku di Desa Adat; dan
g. pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan
kondisi sosial budaya masyarakat Desa Adat.
Pasal 17
Penyelenggaraan hak asal usul Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 paling sedikit meliputi:
a. penataan sistem
organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak
tradisional;
d. pengelolaan tanah
ulayat;
e. kesepakatan dalam
kehidupan masyarakat Desa Adat;
f.
pengelolaan tanah kas Desa Adat;
g. pengisian jabatan
Kepala Desa Adat dan Perangkat Desa Adat;
dan
h. masa jabatan Kepala
Desa Adat dan Perangkat Desa Adat.
Pasal 18
Perincian
kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan
kewenangan yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 berlaku
mutatis mutandis bagi Desa Adat.
Bagian Ketiga
Kriteria Kewenangan Desa Adat
Pasal 19
Kriteria kewenangan Desa Adat berdasarkan
hak asal-usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 antara lain:
a. adat istiadat dan
hak tradisional yang masih hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan Desa Adat;
b. hak sosial budaya masyarakat Desa
Adat;
dan
c. sesuai prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 20
Kriteria kewenangan lokal
berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, kriteria kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 dan kriteria kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 berlaku mutatis mutandis bagi Desa Adat.
BAB VI
TATA CARA PELAKSANAAN
KEWENANGAN DESA DAN DESA ADAT
Pasal 21
(1) Hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan
berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan
kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dijadikan bahan bagi Bupati/Walikota untuk menyusun rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan hak
asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Rancangan
Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan Desa dan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a.
jenis kewenangan Desa
dan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul dan
kewenangan lokal berskala Desa dan Desa Adat;
b.
kriteria
kewenangan Desa dan Desa Adat;
c.
mekanisme
pelaksanaan kewenangan Desa dan Desa Adat;
d.
evaluasi dan
pelaporan pelaksananan kewenangan Desa dan Desa Adat; dan
e.
pendanaan.
Pasal 22
(1) Rancangan Peraturan
Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan Desa dan Desa
Adat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 sebelum
ditetapkan oleh Bupati/Walikota dikonsultasikan kepada Gubernur.
(2) Gubernur dalam melakukan konsultasi atas Rancangan Peraturan
Bupati/Walikota tentang rincian daftar kewenangan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Menteri.
(3) Hasil koordinasi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menjadi dasar diterbitkannya rekomendasi Gubernur kepada Bupati/Walikota.
(4) Bupati/Walikota
menetapkan Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan Desa dan Desa
Adat paling
lama tujuh hari setelah mendapatkan rekomendasi.
Pasal 23
(1) Berdasarkan
Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar Kewenangan Desa dan Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (4), Pemerintah Desa menetapkan
Peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan
lokal berskala Desa dan Desa Adat.
(2) Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal Desa
yang bersangkutan.
BAB VII
URUSAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA YANG DILAKSANAKAN DESA DAN DESA ADAT
Bagian Kesatu
Urusan Pemerintahan Konkuren Yang
Ditugaskan
kepada Desa dan Desa Adat
Pasal 24
(1) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah dapat ditugaskan sebagian pelaksanaannya
kepada Desa dan Desa Adat.
(2) Urusan pemerintahan konkuren yang
ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang tertentu setelah berkoordinasi
dengan Menteri.
Pasal 25
(1) Untuk melaksanakan identifikasi dan inventarisasi
kewenangan pemerintah yang sebagian pelaksanaan urusannya akan
ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat, Menteri membentuk kelompok kerja.
(2) Kelompok kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 26
(1) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dapat ditugaskan sebagian pelaksanaan urusannya kepada Desa dan Desa Adat.
(2) Penugasan oleh Pemerintah Daerah Provinsi kepada Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 27
(1) Untuk melaksanakan identifikasi dan inventarisasi
kewenangan pemerintah daerah provinsi yang sebagian pelaksanaan urusannya akan ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat, Gubernur membentuk kelompok kerja.
(2) Kelompok kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 28
(1) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat ditugaskan sebagian
pelaksanaan urusannya kepada Desa dan Desa Adat.
(2) Penugasan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Bupati/Walikota.
Pasal 29
(1) Untuk melaksanakan identifikasi dan inventarisasi
kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang sebagian pelaksanaan urusannya akan ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat, Bupati/Walikota membentuk kelompok kerja.
(2) Kelompok kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Bagian Kedua
Urusan Pemerintahan
Umum Dan Tugas Pembantuan
Yang Ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat
Pasal 30
(1) Urusan pemerintahan umum dan tugas pembantuan yang
menjadi kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dapat ditugaskan sebagian
pelaksanaan urusannya kepada Desa dan Desa Adat.
(2)
Tata
cara pelaksanaan penugasan, pembentukan kelompok kerja dan pendanaan untuk
melaksanakan sebagian
pelaksanaan urusan
pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 yang
ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota kepada Desa dan Desa
Adat berlaku mutatis mutandis bagi urusan pemerintahan umum dan tugas
pembantuan yang sebagian
pelaksanaannya ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa dan Desa Adat.
BAB VIII
PELAPORAN
Pasal 31
(1)
Bupati/Walikota
melaporkan
kepada Gubernur pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di
wilayahnya.
(2)
Gubernur melaporkan kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Bina Pemerintahan Desa terhadap pelaksanaan
penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di Kabupaten/Kota.
(3)
Pelaporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara tertulis dan disampaikan paling sedikit
satu kali dalam satu tahun
atau sesuai kebutuhan.
(4)
Hasil pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dijadikan bahan Menteri untuk menyusun kebijakan terkait
pelaksanaan penataan kewenangan Desa.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 32
(1)
Menteri melalui Direktur Jenderal Bina
Pemerintahan Desa melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan kewenangan Desa dan Desa Adat secara nasional.
(2)
Gubernur
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di
Kabupaten/Kota.
(3)
Bupati/Walikota
melakukan pembinaan dan pengawasaan terhadap pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa Adat.
(4)
Pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), melalui:
a. fasilitasi dan koordinasi;
b. peningkatan kapasitas aparatur Pemerintah Desa;
c. monitoring dan evaluasi; dan
d. dukungan teknis
administrasi.
Pasal 33
Dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penataan dan pelaksanaan
kewenangan Desa dan Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (3), Bupati/Walikota dapat
melimpahkan sebagian tugas kepada Camat.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 34
Pembiayaan untuk pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan
Desa Adat dibebankan pada:
a. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Provinsi; dan
c. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
d. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa; dan
e. Sumber lainnya yang sah
dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal
35
(1)
Hak-hak ulayat Desa diakui keberadaannya sepanjang kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya masih hidup, sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)
Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundangan.
Pasal
36
Penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat selain berpedoman pada Peraturan Menteri ini,
juga mempedomani ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur kekhususan
daerah Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat.
Pasal
37
Desa dapat melaksanakan pungutan dalam rangka peningkatan pendapatan
asli Desa sesuai dengan kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
38
(1)
Pada saat Peraturan Menteri
ini mulai berlaku, penataan kewenangan Desa wajib berpedoman pada Peraturan
Menteri ini.
(2)
Terhadap penataan kewenangan Desa
yang sudah berlangsung dan belum berpedoman pada ketentuan Peraturan Menteri
ini wajib menyesuaikan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
39
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juni 2016
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Juli 2016.
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1037.
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM,
ttd
W.
SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
Komentar
Posting Komentar